Mera dil.. What's wrong with you?

Dil Se Dil Tak, dari hati ke hati..

Entah sejak kapan tepatnya aku mulai menyadari ada yang berbeda, merasakan keberadaan seseorang, mengetahui sisi lain dirinya. Sebelumnya apa aku pernah menganggapnya lebih dari seseorang yang harus kuikuti jalannya, kulakukan perintahnya? Tidak! Hanya sekadar itu. Dulu, dulu sekali, ketika rasa itu masih membara, masih cinta-cintanya, seseorang pernah mengatakan mereka yang kini memilih pergi juga merasakan hal yang sama, mengatakan hal yang sama. Betapa cintanya mereka, kesetiaannya, semua itu pernah dijanjikannya. Apa aku percaya begitu saja? Tidak juga. Bagaimana itu bisa terjadi sedangkan rasa seperti ini begitu besar? Begitu membara? Setelah apa yang mereka rasa dan mereka dapatkan di tempat ini? Lalu dia bertanya padaku, kenapa aku disini? Tepatnya, kenapa aku masih disini ketika satu persatu saudaraku juga mulai berpikir untuk pergi. Jawabku satu, tanpa ragu: CINTA. Aku tak habis pikir, bagaimana mungkin seseorang pergi dari tempat yang menawarkan begitu banyak cinta seperti ini? Suatu saat kamu akan tahu, katanya.

Ketika perlahan aku mulai berjalan, semakin jauh, semakin mengenal, perlahan pula aku memahami rasanya. Seiring tanggungjawab yang semakin besar dan jelas, seiring orang-orang yang ada di belakangku mulai pergi, segalanya mulai terasa berat. Jangankan cinta, rasa pun tak ada lagi. Hambar, tanpa rasa. Hari-hari hanyalah tekanan, bayang-bayang yang selalu menghantui. Malam-malam yang sulit terpejam. Pagi-pagi yang mulai menakutkan. Dan aku mulai sadar ada yang berubah dariku. Rasanya itu, hilang kemana?

2 kali tiga bulan, ketika aku berada di titik terendahku, pada akhirnya waktu itu datang. Entah sejak kapan dia menyadari ada yang berbeda dariku, tak lagi sama seperti dulu. Tapi yang pasti saat itu ia tahu, ketika jalanku tak lagi kedepan, langkahku terseret-seret tanpa harapan, penyesalan tertinggal di belakang, dan ketakutan mengancam di depan. Kau tahu apa? Hari itu dia menunjukkan sisi lainnya padaku, yang belum pernah kusadari selama ini. Dia memperlihatkannya padaku. Bahwa setiap yang menguatkan ada kalanya merasa lemah, tak berdaya. Bahwa yang jahat bisa menjadi baik, yang keras menjadi lunak, yang kuat menjadi lemah, yang sayang menjadi benci. Bahwa semua bisa berubah, terubah, berganti dan terganti. Bahkan juga hati..

Kau tahu? Sejak hari itu caraku melihatnya juga berubah. Ini tentang mata hati, yang melihat sisi lain. Sejak hari itu segalanya berbeda. Tapi betapa bodohnya aku, itu sama sekali tak berpengaruh banyak pada apa yang kulakukan selanjutnya. Bagiku keadaan sudah terlampau sulit diperbaiki, sudah terlalu jauh dari apa yang kuharapkan di awal, segalanya telah berbeda. Tapi kau tahu? Kata-katanya hari itu sangat membekas di hatiku. Mungkin tidak untuk saat itu, tapi kedepannya lagi. Apa yang membuatku bertahan, menguatkan diri, sudah berbeda. Sayangnya lagi, itu hanya sebatas kata, tak lebih. Aku masih terlalu takut untuk membuatnya menjadi nyata. Aku takut menghadapi kenyataan.

Apa yang membuatku bertahan bukan lagi cinta, tapi lebih dari itu. Lihatlah binar-binar kecil itu. Mereka sama seperti aku yang dulu. Lalu bagaimana mungkin aku bisa membiarkan mereka merasakan apa yang kurasakan saat ini? Setega itu kah aku? Mungkin memang tak benar dan tak mungkin jika aku bisa menghindarkan mereka dari segala masalah, tetap saja aku tak ingin mereka terluka, merasakan luka yang sama, lalu apa gunanya mereka memiliki aku? Tapi lihatlah apa yang dia katakan, biarkan mereka menemukan masalahnya sendiri, yang lebih hebat dari ini, masalah-masalah baru yang belum pernah ada sebelumnya. Sesaat aku terhenyak, namun segera menyadari. Apa yang dikatakannya benar! Mereka harus belajar dari masalah-masalah itu. Mereka harus belajar dari luka..

Termasuk juga diriku.. Yang masih harus belajar lebih banyak lagi. Yang harus belajar menguatkan hati. Yang harus mengajarkan sesuatu, meneruskan ilmu, mengalirkannya, hingga tak pernah putus ilmu itu. Aku yang harus memahami dan mengajarkan nilai-nilai yang kami pegang, hingga tertanam selalu, selamanya. Dan itu tidak mudah. Lagi-lagi tanggungjawab. Bagaimana mungkin aku akan mengajarkan ketika aku tak memahami? Ketika aku sendiri masih belajar? Bagaimana mungkin aku akan menanamkan jika nilai itu pun belum tertanam kuat padaku? Ketika aku sendiri masih melupakannya? Kamu tahu jawabannya. Belajar! Tumbuhkan dan rawat dengan sepenuh hati. Dan lagi-lagi itu kembali tentang cinta. Seberapa besar rasanya? Seberapa kuat rasanya? Atau sudah menguap? Hilang? Atau pergi entah kemana? Atau sedang mulai kembali? Lalu, sudah sampai dimana rasanya? Sudahkah sampai ke hati?

Kau tahu aku seperti apa. Ketika menghadapinya yang pandai berkata-kata. Ingat, hanya sebatas kata! Dan biarkan kedua mata menunduk memandang tanah, atau menengadah ke langit lepas. Tapi tak pernah melihat lurus ke matanya. Karena apa yang keluar dari mulutnya berasal dari hati. Dan cukuplah telingaku yang mendengar, itu sudah sampai ke hati. Lalu bagaimana jika mata-bertemu mata? Pernahkah kau tahu betapa hati ini akan susah payah menahan debarnya? Menahan ngilu perihnya? Itu berat, dan aku tak akan kuat. Kau tahu? Debar itu akan menghancurkan logikaku yang tak seberapa. Bagaimana mungkin aku bisa berpikiran untuk memilikinya seorang diri? Dan beberapa kali yang terpikir hanya dirinya, dalam mimpi pun ada dirinya? Kau tahu betapa aku merasa gila karenanya? Itu salah, dan aku menyadarinya. Tapi aku bisa apa?

Sudah, cukup sudah! Itu hanya bayang-bayang semu, lupakan! Ingat binar-binar mata adik-adikmu, bukankah itu yang membuatmu bertahan? Bukan kenyamanan personal, apalagi yang kau harap dari seseorang yang hanya bisa dipandang tanpa bisa gapai? Itu emosimu belaka, tenangkan batinmu dan segalanya akan kembali biasa-biasa saja. Iya, 'kan?

Tapi bagaimanapun memang dia. Yang membuatku memandang dari sudut berbeda. Yang membuatku belajar dengan cara yang juga berbeda. Apapun namanya, terimakasih untuk segalanya. #darihatikehati yang mengajarkanku bahwa aku dan mereka disini akan menjadi kita. #darihatikehati yang tanpa harus mata ke mata, tapi aku akan mengerti, aku akan menerima, dan aku akan memahami. #darihatikehati yang cukup sebatas kata, tak lebih, hingga hati tak terbuai harapan-harapan, hingga logika tak perlu terpatahkan, hingga nalar dan pola pikir akan berjalan beriringan, satu arah, satu tujuan. #darihatikehati yang tak perlu berlebihan dirasa-rasa. Biarkan berlaku sepantasnya dan semestinya, berlalu seperti seharusnya.



~hk~








~&~

Sedikit dialog dalam #dilsediltak yang tak perlu dirasa-rasa, sewajarnya saja :)
Tidak salah jatuh cinta pada seseorang. Tapi, mengubah cintamu menjadi keras kepala adalah salah. Cinta memberimu kebahagiaan. Tapi jika kamu mencoba untuk mendapatkan cinta ini dengan paksa, maka cinta yang sama akan memberimu rasa sakit. - Parth Bhanushali


Aku telah melakukan kesalahan besar. Semuanya salah. Apakah kamu tahu betapa buruknya perasaanku sekarang? Aku menyalahkan diri sendiri atas semua rasa sakit yang kau alami. Aku tidak mengerti. Sepanjang waktu ada satu ketakutan dalam diriku dan aku takut tentang bagaimana jika aku melakukan sesuatu atau mengatakan sesuatu yang itu menyakitimu atau mendorongmu memiliki rasa itu. Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan. Beri tahu aku bagaimana aku membuatmu mengerti bahwa kamu dan aku tidak akan pernah menjadi kita. Aku mengerti bahwa kita memiliki ikatan yang berbeda dan unik. Tapi hubungan ini tak memiliki nama dan tak ada eksistensi di dalamnya. Aku telah meyakinkanmu dengan berbagai cara. Aku memarahimu, membentakmu, aku mencoba menjelaskan padamu. Kamu bahkan tak pernah mencoba untuk mengerti. Kamu melakukan sesuatu yang tak dewasa, setiap saat, dan aku merasa buruk tentang hal itu. Itu melukaiku. Tapi sekarang kamu harus memahami drngan jelas bahwa yang kamu rasakan itu bukan cinta, melainkan kegilaan yang harus kamu hilangkan. Kamu sudah serakah. Sekarang, berhenti bersikap egois dan memulai hidup baru. Hidup tanpa Parth dan Shorvori! - Parth Bhanushali



Katakan sejujurnya, bukankah kamu belajar dariku? Kamu bertengkar dengan semua orang demi diriku. Kamu memegang tanganku didepan ayahmu. Kamu masih mengatakan kamu tidak mencintaiku? Kau bilang tanpaku kamu dan Shorvori tidak akan lengkap. Kamu bilang tidak akan membiarkan aku pergi. Kamu juga berjanji akan menemaniku selamanya. Kamu sangat peduli padaku. Lalu katakan, itu bukan cinta? Kamu kesal hanya dengan sedikit sentuhan. Kamu mulai menghindari kontak mata. Jika ini hanya kekhawatiran dan bukan cinta, kenapa kamu begitu gelisah? - Teny Bhattacharya



Kedekatan hubungan dan kepercayaan adalah kekuatan kita. Tidak akan ada perbedaan antara keluarga dan orang asing jika kita saling meragukan di bawah atap yang sama. - Pushrottam Bhanushali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages